TEORI MOTIVASI
Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapaiannya tujuan tertentu. Tujuan yang jika berhasil dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Motiv merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan, motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.
Berlangsungnya motivasi dapat dilihat dalam :
Kelompok kebutuhan yang belum dipuaskan akan memicu ketegangan sehingga dorongan-dorongan untuk elakukan serangkaian kegiatan (prilaku mencari), ketika tujuan telah tercapai (kebutuhan yan telah dipuaskan), sebagai reduksi dari ketegangan menuju kelompok kebutuhan yang belum dipuaskan.
TEORI DRIVE (reinforcement)
Teori ini berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan denga pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan pokok lainnya yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Siegel dan Lane (1982) mengutip Jablonske dan de Vries, memberi saran bagaimana manajement dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga kerj, yaitu dengan :
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas prilaku ini kepada tenaga kerja
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi.
4. Memberi ganjaran hanya jika jawaban yang benar yang dilaksanakan
5. Memberika ganjaran kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan, yang terdekat dengan kejadian.
TEORI HARAPAN
Model teori harapan dari Lawler menyajikan 4 asumsi :
1. Orang mempunyai pilian-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial yang dapat mereka gunakan. Hasil keluaran alternative, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan, jika tidak disadari, motivasi lebih bercorak reactive.
2. Orang yang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) akan mengarah ke prilaku unjuk kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkap sebagi harapan E-P
3. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hail-hasil keluaran (outcomes - O) diperoleh setelah unjuk kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
4. Dalam setiap situasi ini, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan denan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sbb :
Indeks motivasi = jumlah (E-P) x jumlah (P-O) (V)
Faktor-faktor yang menentukan E-P ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang actual, komunikasi dari orang lain. Komponen ke -3 dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan anda terhadap hasil keluaran.
Minggu, 27 Desember 2009
TEORI KEPUASAN KERJA
TEORI-TEORI KEPUASAN KERJA
1. Teori ketidaksesuaian (discrepancy theory)
- Porter (1991) : kepuasan kerja seseorang
Mengukur selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
- Locke (1969) : Kepuasan kerja seseorang tergantung pada discrepancy antara shouldbe (Expectation, need, values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaannya.
Seseorang akan puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
2. Teori keadilan (equity theory)
Adams (1963) : Orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan keadilan atau tidak atas suatu situasi.
Perasaan adil (equity) dan tidak adil (inequity) diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain.
Komponen utama dari teori ini :
1. Input
2. Hasil
3. Orang bandingan
4. Keadilan dan ketidakadilan
Input : sesuatu yang bernilai bagi sesorang yang dianggap mendukung pekerjaannya.
Ex. Pendidikan , pengalaman, kecakapan, banyak usaha yang dikeluarkan, jumlah jam kerja, peralatan pribadi yang digunakan untuk pekerjaannya.
Hasil : sesuatu yang dianggap bernilai, yang dirasakan sebagai hasil dari pekerjaannya,
Ex. Upah/gaji, keuntungan sampingan, symbol status, penghargaan, kesempatan untuk berhasil atau exspose diri.
Orang bandingan : bisa berupa seseorang di perusahan yang sama atau tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
Menurut teori ini setiap karyawan akan membandingkan ratio input-outcomes dirinya dengan ratio input-output orang lain
Input A : Input B
Outcomes A : Outcomes B
- Bila perbandingan dianggap cukup adil (equity) = Puas
- Bila perbandingan tidak seimbang tapi menguntungkan = Puas/tidak ex. Orang moralis
- Bila perbandingan tidak seimbang dan merugikan = Tidak puas
Herzberg (1996) : Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda.
Dua karakteristik yang mempengaruhi sikap sesorang terhadap pekerjaannya:
a. kelompok satisfiers/motivator/Interinsik factor
- Faktor-faktor sebagai sumber kepuasan kerja : hadirnya factor ini akan menimbulkan , kepuasan, tetapi, tdak hadirnya factor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.
1. Achievement
2. Recognition
3. Work is self
4. Responsibility
5. Advancement
b. Kelompok dissatisfiers (Hygine factor)/extrisik factor
- Faktor-faktor yang menadi sumber ketidakpuasaan
1. Company police andadministration
2. Supervision technical
3. Salary
4. Interpersonal relation
5. Working condation
6. Job security and status
Perbaikan terhadap kondisi di atas akan mengurangi atau menghilangkan ketidak puasan tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan.
DETERMINAN-DETERMINAN SIKAP KERJA
Kebutuhan-kebutuhan nilai-nilai dan sifat-sifat kepribadian
Perbandingan sosila sekarang
Apengaruh kel.acuan
(reference group)
Persepsi erhadap kondisi-kondisi yang seharusnya ada
Faktor-faktor pekerjan.
Menurut pengalaman sebelumnya
Kepuasan kerja pekerja:
Kompensai
Pengawasan
Pekerjaan itu sendiri Prestasi terhadap kondisi kerja aktual
Teman-teman kerja
Jaminan kerja
Kesempatan berprestai
HUBUNGAN PELAKSANAAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA
Konsep awal dari hubungan antara kepuasan dengan pelaksanaan kerja
Model hubungan pelaksanaan kerja dengan kepuasan kerja (Lowler dan Porter)
MENCEGAH DAN MENGATASI KETIDAKPUASAN KERJA
Tindakan-tindakan pencegahan :
1. Pengelolah upah yang baik
2. Seleksi yang sistematik
3. Program-program latihan
4. Sosialisasi dan orientasi yang tepat
Langkah-langkah untuk mengatasi ketidakpuasan kerja :
Menemukan penyebab dan alasannya
- Mengubah kondisi-kondisi kerja
- Memindahkan para pekerja ke pekerjaan yang lebih cocok
- Mengubah harapan dan persepsi para pekerja
Beberapa hal yang mampu memecahkan masalah penilaian prestasi kerja
- Punyailah lebih dari satu pendapat mengenai seorang individu
Membicarakan hal tersebut dikalangan orang-orang yang mengetahui ndividu tersebut merupakan alat yang sangat berharga dalam menaksir prestasi kerja.
- Usahakan mengembangan suatu bentuk penilaian dikalangan teman-teman sederajat menjadi suatu system. Didaatkan banyak bukti bahwa teman-teman sederajat membuat penilaian yan lebih valid tentang bagaimana seorang akan berprilaku daripada yang dilakukan para atasannya.
- Kembalikan metode yang mengaitkan antara penilaian prestasi kerja dengan tujuan-tujuan pengembangan dan belajar, sehingga tidak semata menilai orang-oran sebagai seorang yang baik atau buruk, tapi lebih bersifat kepada segi-sei masalah dan cara-cara pemecahannya.
1. Teori ketidaksesuaian (discrepancy theory)
- Porter (1991) : kepuasan kerja seseorang
Mengukur selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
- Locke (1969) : Kepuasan kerja seseorang tergantung pada discrepancy antara shouldbe (Expectation, need, values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaannya.
Seseorang akan puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
2. Teori keadilan (equity theory)
Adams (1963) : Orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan keadilan atau tidak atas suatu situasi.
Perasaan adil (equity) dan tidak adil (inequity) diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain.
Komponen utama dari teori ini :
1. Input
2. Hasil
3. Orang bandingan
4. Keadilan dan ketidakadilan
Input : sesuatu yang bernilai bagi sesorang yang dianggap mendukung pekerjaannya.
Ex. Pendidikan , pengalaman, kecakapan, banyak usaha yang dikeluarkan, jumlah jam kerja, peralatan pribadi yang digunakan untuk pekerjaannya.
Hasil : sesuatu yang dianggap bernilai, yang dirasakan sebagai hasil dari pekerjaannya,
Ex. Upah/gaji, keuntungan sampingan, symbol status, penghargaan, kesempatan untuk berhasil atau exspose diri.
Orang bandingan : bisa berupa seseorang di perusahan yang sama atau tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
Menurut teori ini setiap karyawan akan membandingkan ratio input-outcomes dirinya dengan ratio input-output orang lain
Input A : Input B
Outcomes A : Outcomes B
- Bila perbandingan dianggap cukup adil (equity) = Puas
- Bila perbandingan tidak seimbang tapi menguntungkan = Puas/tidak ex. Orang moralis
- Bila perbandingan tidak seimbang dan merugikan = Tidak puas
Herzberg (1996) : Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda.
Dua karakteristik yang mempengaruhi sikap sesorang terhadap pekerjaannya:
a. kelompok satisfiers/motivator/Interinsik factor
- Faktor-faktor sebagai sumber kepuasan kerja : hadirnya factor ini akan menimbulkan , kepuasan, tetapi, tdak hadirnya factor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.
1. Achievement
2. Recognition
3. Work is self
4. Responsibility
5. Advancement
b. Kelompok dissatisfiers (Hygine factor)/extrisik factor
- Faktor-faktor yang menadi sumber ketidakpuasaan
1. Company police andadministration
2. Supervision technical
3. Salary
4. Interpersonal relation
5. Working condation
6. Job security and status
Perbaikan terhadap kondisi di atas akan mengurangi atau menghilangkan ketidak puasan tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan.
DETERMINAN-DETERMINAN SIKAP KERJA
Kebutuhan-kebutuhan nilai-nilai dan sifat-sifat kepribadian
Perbandingan sosila sekarang
Apengaruh kel.acuan
(reference group)
Persepsi erhadap kondisi-kondisi yang seharusnya ada
Faktor-faktor pekerjan.
Menurut pengalaman sebelumnya
Kepuasan kerja pekerja:
Kompensai
Pengawasan
Pekerjaan itu sendiri Prestasi terhadap kondisi kerja aktual
Teman-teman kerja
Jaminan kerja
Kesempatan berprestai
HUBUNGAN PELAKSANAAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA
Konsep awal dari hubungan antara kepuasan dengan pelaksanaan kerja
Model hubungan pelaksanaan kerja dengan kepuasan kerja (Lowler dan Porter)
MENCEGAH DAN MENGATASI KETIDAKPUASAN KERJA
Tindakan-tindakan pencegahan :
1. Pengelolah upah yang baik
2. Seleksi yang sistematik
3. Program-program latihan
4. Sosialisasi dan orientasi yang tepat
Langkah-langkah untuk mengatasi ketidakpuasan kerja :
Menemukan penyebab dan alasannya
- Mengubah kondisi-kondisi kerja
- Memindahkan para pekerja ke pekerjaan yang lebih cocok
- Mengubah harapan dan persepsi para pekerja
Beberapa hal yang mampu memecahkan masalah penilaian prestasi kerja
- Punyailah lebih dari satu pendapat mengenai seorang individu
Membicarakan hal tersebut dikalangan orang-orang yang mengetahui ndividu tersebut merupakan alat yang sangat berharga dalam menaksir prestasi kerja.
- Usahakan mengembangan suatu bentuk penilaian dikalangan teman-teman sederajat menjadi suatu system. Didaatkan banyak bukti bahwa teman-teman sederajat membuat penilaian yan lebih valid tentang bagaimana seorang akan berprilaku daripada yang dilakukan para atasannya.
- Kembalikan metode yang mengaitkan antara penilaian prestasi kerja dengan tujuan-tujuan pengembangan dan belajar, sehingga tidak semata menilai orang-oran sebagai seorang yang baik atau buruk, tapi lebih bersifat kepada segi-sei masalah dan cara-cara pemecahannya.
UNSUR WEWENANG
WEWENANG
Perangkat, posisi dan peranan resmi untuk mengendalikan, mempengaruhi prilaku atau pribadi-pribadi lain. Wewenang juga sebagai alat untuk membatasi prilaku.
Pokok persoalan dari wewenang di dalam organisasi : Tidak hanya seberapa banyak wewenang, tetapi bagaimana wewenang itu dipergunakan dan oleh siapa
• Wewenang menurut orang yang memegangnya
Wewenang berguna karena merupakan mekanisme untuk melakukan koordinasi dan pengendalian di dalam organisasi. Orang harus disuruh bekerja tepat pada waktunya, harus menggunakan sebagian waktunya untuk bekerja ketimbang bercerita di ruang istirahat.
• Wewenang menurut para bawahan
Wewenang adalah mekanisme untuk memuaskan atau membuat frustasi bagi kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka didalam suatu hubungan yang membuat bawahan sebagai pihak yang bergantung.
• Kecendrungan untuk mematuhi wewenang
Terdapat kecendrungan manusia untuk patuh sekalipun pada wewenang yang sangat terbatas. Orang patuh tidak semata-mata karena takut kepada hukuman, seperti misalnya diberhentkan dari jabatan. Sebagian besar dari kita nampaknya mematuhi setiap orang yang menyandang wewenan, sekalipun wewenang yang paling sederhana yang menjebak.
• Keuntungan wewenang
Wewenang :
1. alat yang membatasi tidak meminta banyak kecerdikan atau banyak pengertian tentang motif-motif manusia.
2. Kebutuhan-kebutuhan bagi seorang atasan
3. Cara bagi atasan untuk menjamin keunggulannya
Menjalankan wewenang : secara pribadi menyenangkan bagi para atasan
Wewenang yang membatasi : mempunyai keuntungan memaksakan keteraturan dan penyesuaian terhadap hidup.
Selain memiliki keuntungan, wewenang memiliki kelemahan : Ketika wewenang “diruntuhkan” dengan “sabotase” dari bawahan, atasan membutuhkan wewenang lebih banyak sebab wewenang adalah satu-satunya alat yang ia ketahui bagaimana mempergunakannya.
Perangkat, posisi dan peranan resmi untuk mengendalikan, mempengaruhi prilaku atau pribadi-pribadi lain. Wewenang juga sebagai alat untuk membatasi prilaku.
Pokok persoalan dari wewenang di dalam organisasi : Tidak hanya seberapa banyak wewenang, tetapi bagaimana wewenang itu dipergunakan dan oleh siapa
• Wewenang menurut orang yang memegangnya
Wewenang berguna karena merupakan mekanisme untuk melakukan koordinasi dan pengendalian di dalam organisasi. Orang harus disuruh bekerja tepat pada waktunya, harus menggunakan sebagian waktunya untuk bekerja ketimbang bercerita di ruang istirahat.
• Wewenang menurut para bawahan
Wewenang adalah mekanisme untuk memuaskan atau membuat frustasi bagi kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka didalam suatu hubungan yang membuat bawahan sebagai pihak yang bergantung.
• Kecendrungan untuk mematuhi wewenang
Terdapat kecendrungan manusia untuk patuh sekalipun pada wewenang yang sangat terbatas. Orang patuh tidak semata-mata karena takut kepada hukuman, seperti misalnya diberhentkan dari jabatan. Sebagian besar dari kita nampaknya mematuhi setiap orang yang menyandang wewenan, sekalipun wewenang yang paling sederhana yang menjebak.
• Keuntungan wewenang
Wewenang :
1. alat yang membatasi tidak meminta banyak kecerdikan atau banyak pengertian tentang motif-motif manusia.
2. Kebutuhan-kebutuhan bagi seorang atasan
3. Cara bagi atasan untuk menjamin keunggulannya
Menjalankan wewenang : secara pribadi menyenangkan bagi para atasan
Wewenang yang membatasi : mempunyai keuntungan memaksakan keteraturan dan penyesuaian terhadap hidup.
Selain memiliki keuntungan, wewenang memiliki kelemahan : Ketika wewenang “diruntuhkan” dengan “sabotase” dari bawahan, atasan membutuhkan wewenang lebih banyak sebab wewenang adalah satu-satunya alat yang ia ketahui bagaimana mempergunakannya.
Sabtu, 26 Desember 2009
BENTUK KEKUASAAN
BENTUK-BENTUK KEKUASAAN (French raven)
1. Kekuasaan sebagai pengurangan
• Taktik kekuasaan yang memaksa dengan bentuk seperti pemerasan, terror (perbuatan sewenang-wenang) dan ancaman, biasanya tergantung pada pengurangan terhadap saran-saran pemuasan kebutuhan orang lain, disertai denan tuntutan perubahan prilaku.
Misalnya : Seorang supervisor yang yang memperingati karyawannya agar datang tepat pada waktunya. Dan jika karyawan itu melanggar, maka ia akan dipecat. Hal seperti itu yang merupakan penggunaan kekuasaan yang bersifat mengurangi (reductive power).
2. Kekuasaan yang memaksa dan keteraturan
• Kekuasaan yang memaksa (coercive power) dengan masalah ketergantungan, memiliki hubungan yang erat.
• Ada jenis ketergantungan yang untuk kebanyakan dari kita telah menjadi implicit sehingga kita jarang menyadarinya. Ketergantungan itu adalah ketergantungan yang menyangkut hubungan kita dengan kumpulan orang yang disebut masyarakat.
3. Kekuasaan dan aturan permainan
• Dalam lingkup perusahan, atasan dan bawahan memiliki peranan di dalam suatu system peraturan social tertentu.
• Bawahan harus tunduk pada kekuasaan atasan dalam aturan permainan di perusahaan.
• Dalam suatu keadaan yang terjepit, atasan dapat menurunkan tingkat kekuasaannya untuk dapat mempengaruhi bawahannya.
4. Kekuasaan yang memaksa
• Sumber mengenai kekuasaan yang syah tetapi juga dapat dipergunakan sebagai sumber bagi paksaan. Salah satu sumber semacam itu adalah pemilikan (ownership).
• Sumber kekuasaan ang terletak pada jumlah, diamana sepanjang sejarah manusia, jumlah telah menjadi salah satu sumber yang besar dari kekuasaan yang memaksa.
• Sumber kekuasaan yang sangat besar dan penting dalam suatu jenis yang berbeda dan bersifat sangat langsung, yaitu keadaan tanpa nama (anonimity).
5. Cuci Otak (Brainwashing)
• “Cuci otak” menunjukkan kepada suatu bentuk bujukan yang memaksa yan pada intinya tidak berdasarkan pada ancaman.
• Pada suatu kelompok/organisasi perusahaan, kegiatan cuci otak dilakukan dengan cara mengucilkan orang tersebut, dengan demikian orang tersebut akan berubah.
• Proses pencucian otak lebih kepada pencairan pemikiran dari seseorang agar seseorang itu dapat berubah pola fikirnya
• Prosesnya tergantung pada subjek yang akan dirubah
6. Organisasi bisnis dan kekuatan yang melanggar peraturan
• Dlm organisasi bisnis tidak semua dilakukan dengan cara kotor, bahkan bukan hal yang sulit untuk menemukan orang-orang jujur dalam organisasi bisnis
• Pelanggaran peraturan juga sering dilakukan bawahan untuk mengubah cara atasan dalam berkuasa.
1. Kekuasaan sebagai pengurangan
• Taktik kekuasaan yang memaksa dengan bentuk seperti pemerasan, terror (perbuatan sewenang-wenang) dan ancaman, biasanya tergantung pada pengurangan terhadap saran-saran pemuasan kebutuhan orang lain, disertai denan tuntutan perubahan prilaku.
Misalnya : Seorang supervisor yang yang memperingati karyawannya agar datang tepat pada waktunya. Dan jika karyawan itu melanggar, maka ia akan dipecat. Hal seperti itu yang merupakan penggunaan kekuasaan yang bersifat mengurangi (reductive power).
2. Kekuasaan yang memaksa dan keteraturan
• Kekuasaan yang memaksa (coercive power) dengan masalah ketergantungan, memiliki hubungan yang erat.
• Ada jenis ketergantungan yang untuk kebanyakan dari kita telah menjadi implicit sehingga kita jarang menyadarinya. Ketergantungan itu adalah ketergantungan yang menyangkut hubungan kita dengan kumpulan orang yang disebut masyarakat.
3. Kekuasaan dan aturan permainan
• Dalam lingkup perusahan, atasan dan bawahan memiliki peranan di dalam suatu system peraturan social tertentu.
• Bawahan harus tunduk pada kekuasaan atasan dalam aturan permainan di perusahaan.
• Dalam suatu keadaan yang terjepit, atasan dapat menurunkan tingkat kekuasaannya untuk dapat mempengaruhi bawahannya.
4. Kekuasaan yang memaksa
• Sumber mengenai kekuasaan yang syah tetapi juga dapat dipergunakan sebagai sumber bagi paksaan. Salah satu sumber semacam itu adalah pemilikan (ownership).
• Sumber kekuasaan ang terletak pada jumlah, diamana sepanjang sejarah manusia, jumlah telah menjadi salah satu sumber yang besar dari kekuasaan yang memaksa.
• Sumber kekuasaan yang sangat besar dan penting dalam suatu jenis yang berbeda dan bersifat sangat langsung, yaitu keadaan tanpa nama (anonimity).
5. Cuci Otak (Brainwashing)
• “Cuci otak” menunjukkan kepada suatu bentuk bujukan yang memaksa yan pada intinya tidak berdasarkan pada ancaman.
• Pada suatu kelompok/organisasi perusahaan, kegiatan cuci otak dilakukan dengan cara mengucilkan orang tersebut, dengan demikian orang tersebut akan berubah.
• Proses pencucian otak lebih kepada pencairan pemikiran dari seseorang agar seseorang itu dapat berubah pola fikirnya
• Prosesnya tergantung pada subjek yang akan dirubah
6. Organisasi bisnis dan kekuatan yang melanggar peraturan
• Dlm organisasi bisnis tidak semua dilakukan dengan cara kotor, bahkan bukan hal yang sulit untuk menemukan orang-orang jujur dalam organisasi bisnis
• Pelanggaran peraturan juga sering dilakukan bawahan untuk mengubah cara atasan dalam berkuasa.
MEMPENGARUHI PRILAKU
MEMPENGARUHI PRILAKU
PENGARUH DAN EMOSI
Ketika seseorang bermaksud untuk mempengaruhi orang lain maka sebaikanya ia menyadari bahwa ia sedang melaksanakan tugas emosional sebagai tugas intelektual : Bahwa perubahan pada individu, organisasi, masyarakat, elalu melalui komponen yang luas dari emosionalitas. Orang harus dibujuk dengan faktafakta, dengan bukti, dengan kebenaran. Tetapi suatu pengamatan terhadap kenyataan akan memperlihatkan kepada kita bahwa sebagian besar masalah, kita menerima atau menolak ide-ide baru atau merubah prilaku kita sebagai hal yang lebih merupakan jawaban terhadap perasaan daripada fakta-fakta.
Kita berubah karena ditakut-takuti atau di rayu, disayang atau di ancam. Ada saat-saat dalam hidup kita untuk berbuat tidak setia atau tanpa rasa cinta terhadap oran yang dekat dengan kita atau melepaskan diri dari tanggung jawab moral, sekalipun jika akal murni mungkin akan menuntun kita ketempat lain.
Jika kita menyatakan bahwa sebagian besar perubahan dari pengaruh adalah merupakan proses emosional, kita juga melakukannya tanpa menyesal ataupun tanpa sikap sinis, cinta, tanggung jawab dan kesetiaan tidak perlu dianggap sebagai ketidak sempurnaan dan keributan dalam hal ikhwal manusia.
MOTIVASI SI PENGUBAH
Petunjuk praktis untuk merubah prilaku barangkali adalah hal berikut : Biarlah ia memeriksa alasan-alasannya mengapa ia ingin menghasilkan perubahan tertentu terhadap orang lain sebelum ia mulai bekerja. Biarlah ia memeriksa motif-motifnya sendiri. Jika ia melakuka hal tersebut, barangkali lebih mungkin baginya untuk menhasilkan perubahan dengan sukses, sebab ia akan berfikir lebih jernih tentang apa yang ia lakukan.
KUNCINYA TERLETAK PADA ORANG YANG DIRUBAH
Seberapa besar kekuasaan yang dimiliki seorang pengubah, betapapun superiornya, orang yang dirubahlah yang menentukan keputusan terakhir untuk berubah.
PERUBAHAN ITU TIDAK ENAK
Selama proses perubahan prilaku, seringkali orang yang dirubah menjadi bingung. Selama serangkaian perubahan yang penting pada prilakunya sendiri (baik perubahan tersebut disebabkan oleh kegiatan-kegiatan orang lain atau tidak). A sipengubah, mungkin menginterprentasikan secara keliru kelakuan B semacam itu sebagai suatu tanda bahwa usaha-usaha perubahan yang dilakukanya telah gagal, bahwa ia telah bertindak keterlaluan.
Contoh
Seorang ayah yang berusaha keras untuk menghentika prilaku anak perempuan nya yang berumur 3 tahun dari kebiasaan menghisab ibu jari, segala macam cara sudah dilakukan akan tetapi usaha tersebut tidak juga berhasil. Setelah di gali motif yang lebih mendalam mengenai usaha yang ia lakukan untuk anaknya tersebut, dan setelah berfikir banyak tentang dirinya maka usahanyapun dihentikan.
Prilaku (ayah) mengesankan bahwa sebagian dari kebutuhan yang termasuk di dalamnya adalah bersifat pribadi dan emosional : seperti untuk mendapatkan pengakuan atasannya atas prilaku anknya tersebut.
PENGARUH DAN EMOSI
Ketika seseorang bermaksud untuk mempengaruhi orang lain maka sebaikanya ia menyadari bahwa ia sedang melaksanakan tugas emosional sebagai tugas intelektual : Bahwa perubahan pada individu, organisasi, masyarakat, elalu melalui komponen yang luas dari emosionalitas. Orang harus dibujuk dengan faktafakta, dengan bukti, dengan kebenaran. Tetapi suatu pengamatan terhadap kenyataan akan memperlihatkan kepada kita bahwa sebagian besar masalah, kita menerima atau menolak ide-ide baru atau merubah prilaku kita sebagai hal yang lebih merupakan jawaban terhadap perasaan daripada fakta-fakta.
Kita berubah karena ditakut-takuti atau di rayu, disayang atau di ancam. Ada saat-saat dalam hidup kita untuk berbuat tidak setia atau tanpa rasa cinta terhadap oran yang dekat dengan kita atau melepaskan diri dari tanggung jawab moral, sekalipun jika akal murni mungkin akan menuntun kita ketempat lain.
Jika kita menyatakan bahwa sebagian besar perubahan dari pengaruh adalah merupakan proses emosional, kita juga melakukannya tanpa menyesal ataupun tanpa sikap sinis, cinta, tanggung jawab dan kesetiaan tidak perlu dianggap sebagai ketidak sempurnaan dan keributan dalam hal ikhwal manusia.
MOTIVASI SI PENGUBAH
Petunjuk praktis untuk merubah prilaku barangkali adalah hal berikut : Biarlah ia memeriksa alasan-alasannya mengapa ia ingin menghasilkan perubahan tertentu terhadap orang lain sebelum ia mulai bekerja. Biarlah ia memeriksa motif-motifnya sendiri. Jika ia melakuka hal tersebut, barangkali lebih mungkin baginya untuk menhasilkan perubahan dengan sukses, sebab ia akan berfikir lebih jernih tentang apa yang ia lakukan.
KUNCINYA TERLETAK PADA ORANG YANG DIRUBAH
Seberapa besar kekuasaan yang dimiliki seorang pengubah, betapapun superiornya, orang yang dirubahlah yang menentukan keputusan terakhir untuk berubah.
PERUBAHAN ITU TIDAK ENAK
Selama proses perubahan prilaku, seringkali orang yang dirubah menjadi bingung. Selama serangkaian perubahan yang penting pada prilakunya sendiri (baik perubahan tersebut disebabkan oleh kegiatan-kegiatan orang lain atau tidak). A sipengubah, mungkin menginterprentasikan secara keliru kelakuan B semacam itu sebagai suatu tanda bahwa usaha-usaha perubahan yang dilakukanya telah gagal, bahwa ia telah bertindak keterlaluan.
Contoh
Seorang ayah yang berusaha keras untuk menghentika prilaku anak perempuan nya yang berumur 3 tahun dari kebiasaan menghisab ibu jari, segala macam cara sudah dilakukan akan tetapi usaha tersebut tidak juga berhasil. Setelah di gali motif yang lebih mendalam mengenai usaha yang ia lakukan untuk anaknya tersebut, dan setelah berfikir banyak tentang dirinya maka usahanyapun dihentikan.
Prilaku (ayah) mengesankan bahwa sebagian dari kebutuhan yang termasuk di dalamnya adalah bersifat pribadi dan emosional : seperti untuk mendapatkan pengakuan atasannya atas prilaku anknya tersebut.
TEORI TUJUAN
Teori tujuan
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Locke menunjukan bahwa :
1. Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2. Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.
Penetapan tujuan tidak hanya mempengaruhi kerja itu sendiri, tetapi dapat juga mendorong pegawai untuk mencoba menemukan metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan . Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang solid.
Perusahaan menggunakan teori tujuan ini, berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan disusun tujuan-tujuan untuk devisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu
Tujuan-tujuan yang bersifat spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Dalam pencapaian tujuan dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak :
(+) Acceptance/Penerimaan : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik.
(-) Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori tujuan ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan dan ia akan memiliki keikatan (commitmen) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan telah ia tetapkan. Bila seseorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
Hasil penelitian Edwin Locke menunjukkan bahwa :
1. Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2. Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.
TEORI HIERARKI
Maslow (1943, 1954) mengemukakan bahwa kebutuhan kita sendiri terdiri dari lima kategori: fisiologis; keselamatan atau keamanan; rasa memiliki (belongingness) atau social; penghargaan; dan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini, menurut Maslow berkembang dalam suatu urutan hirarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat (prepotent) hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Misalnya, akan sulit, meskipun bukan berarti tidak mungkin, untuk memberikan perhatian kepada penghematan bagi masa depan ketika anda merasakan rasa lapar yang hebat. Jadi kebutuhan fisiologis menuntut pemenuhan sebelum semua kebutuhan lainnya. Meskipun demikian, suatu kebutuhan pada urutan lebih-rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif, epeti yang ditunjukkan oleh garis-garis yang tumpang tindih dalam bentuk spiral . anda mungkin memperhatikan keselamatan anda meskipun anda tampak capai. Namun, kemungkinannya adalah sebagian besar kebutuhan beikutnya menjadi pendorong yang kuat. Konsep prepotency mengasumsikan juga bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi bukan lagi merupakan suatu pendorong. Hanya kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mendorong orang untuk bertindak dan mengarahkan perilaku mereka kepada suatu tujuan.
Lima perangkat kebutuhan yang tersusun dalam suatu tatanan hierarkis, dimana kebutuhan fisiologis berada pada urutan lebih bawah, keselamatan dan keamanan berikutnya, kebutuhan akan rasa memiliki (belonging) di tengah, penghargaan (esteem) lebih tinggi, dan kebutuhan akan aktualisasi diri berada pada urutan paling atas. Begitu kebutuhan tubuh dipenuhi, orang mencari kepuasan akan keselamatan dan keamanan; lalu ketika orang merasa aman, ia termotivasi oleh kebutuhan berikutnya—penghargaan. Ketika pekerja mampu memuaskan kebutuhannya yang lebih rendah, apa yang ia anggap terpenting atau memuuaskan adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang berharga dan terkabulnya keinginan tersebut.
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Locke menunjukan bahwa :
1. Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2. Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.
Penetapan tujuan tidak hanya mempengaruhi kerja itu sendiri, tetapi dapat juga mendorong pegawai untuk mencoba menemukan metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan . Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang solid.
Perusahaan menggunakan teori tujuan ini, berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan disusun tujuan-tujuan untuk devisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu
Tujuan-tujuan yang bersifat spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Dalam pencapaian tujuan dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak :
(+) Acceptance/Penerimaan : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik.
(-) Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori tujuan ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan dan ia akan memiliki keikatan (commitmen) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan telah ia tetapkan. Bila seseorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
Hasil penelitian Edwin Locke menunjukkan bahwa :
1. Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2. Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.
TEORI HIERARKI
Maslow (1943, 1954) mengemukakan bahwa kebutuhan kita sendiri terdiri dari lima kategori: fisiologis; keselamatan atau keamanan; rasa memiliki (belongingness) atau social; penghargaan; dan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini, menurut Maslow berkembang dalam suatu urutan hirarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat (prepotent) hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Misalnya, akan sulit, meskipun bukan berarti tidak mungkin, untuk memberikan perhatian kepada penghematan bagi masa depan ketika anda merasakan rasa lapar yang hebat. Jadi kebutuhan fisiologis menuntut pemenuhan sebelum semua kebutuhan lainnya. Meskipun demikian, suatu kebutuhan pada urutan lebih-rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif, epeti yang ditunjukkan oleh garis-garis yang tumpang tindih dalam bentuk spiral . anda mungkin memperhatikan keselamatan anda meskipun anda tampak capai. Namun, kemungkinannya adalah sebagian besar kebutuhan beikutnya menjadi pendorong yang kuat. Konsep prepotency mengasumsikan juga bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi bukan lagi merupakan suatu pendorong. Hanya kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mendorong orang untuk bertindak dan mengarahkan perilaku mereka kepada suatu tujuan.
Lima perangkat kebutuhan yang tersusun dalam suatu tatanan hierarkis, dimana kebutuhan fisiologis berada pada urutan lebih bawah, keselamatan dan keamanan berikutnya, kebutuhan akan rasa memiliki (belonging) di tengah, penghargaan (esteem) lebih tinggi, dan kebutuhan akan aktualisasi diri berada pada urutan paling atas. Begitu kebutuhan tubuh dipenuhi, orang mencari kepuasan akan keselamatan dan keamanan; lalu ketika orang merasa aman, ia termotivasi oleh kebutuhan berikutnya—penghargaan. Ketika pekerja mampu memuaskan kebutuhannya yang lebih rendah, apa yang ia anggap terpenting atau memuuaskan adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang berharga dan terkabulnya keinginan tersebut.
TEORI PENGUKUHAN
TEORI PENGUKUHAN (Reinforcment Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi . misalnya promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut.
Hukuman ada dua jenis, yaitu:
1. Hukuman dengan pemadaman
Yaitu upaya untuk menurunkan perilaku yang tidak diharapkan.
2. Hukuman dengan penghilangan (removal)
Terjadi apabila suatu pengukuhan positif dihilangkan secara bersyarat atau membuat perilaku yang tidak diharapkan agar tidak muncul kembali.
Sifat imbalan atau hukuman dan bagaimana kedua hal itu dilaksanakan sangat mempengaruhi perilaku pegawai. Manager perlu sekali mengatur waktu secara tepat dalam penggunaan imbalan dan hukuman dalam organisasi.
IMPLIKASI PRAKTIS DARI TEORI PENGUKUHAN (Reinforcment Theory)
1. Penguatan itu dilakukan untuk menstabilkan dan meningkatkan perilaku yang diharapkan.
2. Penguatan bisa dilakukan engan reward dan hukuman (punishment).
3. Bisa juga memadamkan dan menghilangkan perilau yang tidak sesuai.
TEORI HARAPAN (Expectancy Theory)
Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom. Model harapan menyatakan bahwa motivasi adalah suatu akibat dari hasil yang dicari oleh seseorang dan perkiraan seseorang bahwa tindakan akan mengakibatkan atau mendatangkan hasil yang diinginkan. Dalam istilah yang lebih terus terang, apabila seseorang menginginkan sesuatu yang cukup kuat, dan apabila jalan tampat cukup terbuka, maka orang tersebut akan bergerak menuju itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, maka ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya.
Valensi dan harapan
Penerapan model harapan
Rencana penguatan
IMPLIKASI PRAKTIS DARI TEORI HARAPAN (Expectancy Theory)
Apabila seseorang menginginkan sesuatu yang cukup kuat, dan apabila jalan tampak cukup terbuka, maka orang tersebut akan bergerak menuju itu. Bila keakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, maka ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya.
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi . misalnya promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut.
Hukuman ada dua jenis, yaitu:
1. Hukuman dengan pemadaman
Yaitu upaya untuk menurunkan perilaku yang tidak diharapkan.
2. Hukuman dengan penghilangan (removal)
Terjadi apabila suatu pengukuhan positif dihilangkan secara bersyarat atau membuat perilaku yang tidak diharapkan agar tidak muncul kembali.
Sifat imbalan atau hukuman dan bagaimana kedua hal itu dilaksanakan sangat mempengaruhi perilaku pegawai. Manager perlu sekali mengatur waktu secara tepat dalam penggunaan imbalan dan hukuman dalam organisasi.
IMPLIKASI PRAKTIS DARI TEORI PENGUKUHAN (Reinforcment Theory)
1. Penguatan itu dilakukan untuk menstabilkan dan meningkatkan perilaku yang diharapkan.
2. Penguatan bisa dilakukan engan reward dan hukuman (punishment).
3. Bisa juga memadamkan dan menghilangkan perilau yang tidak sesuai.
TEORI HARAPAN (Expectancy Theory)
Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom. Model harapan menyatakan bahwa motivasi adalah suatu akibat dari hasil yang dicari oleh seseorang dan perkiraan seseorang bahwa tindakan akan mengakibatkan atau mendatangkan hasil yang diinginkan. Dalam istilah yang lebih terus terang, apabila seseorang menginginkan sesuatu yang cukup kuat, dan apabila jalan tampat cukup terbuka, maka orang tersebut akan bergerak menuju itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, maka ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya.
Valensi dan harapan
Penerapan model harapan
Rencana penguatan
IMPLIKASI PRAKTIS DARI TEORI HARAPAN (Expectancy Theory)
Apabila seseorang menginginkan sesuatu yang cukup kuat, dan apabila jalan tampak cukup terbuka, maka orang tersebut akan bergerak menuju itu. Bila keakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, maka ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya.
KEPEMIMPINAN MENURUT VROOM
KEPEMIMPINAN menurut Vroom
Dikembangkan oleh Vroom.
Disebut sebagai model normative tentang kepemimpinan.
Model ini dapat digunakan sebagai alat untuk:
a. Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan masalah secara berkelompok
b. Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada 3 perangkat parameter yang penting, yaitu :
1. Klasifikasi gaya kepemimpinan
Mulai dari gaya kepemimpinan yang sepenuhnya otokratis sampai yang demokratif
2. Kriteria Efektifitas Keputusan
Kriteria ini mencakup mutu dari keputusan, penerimaan keputusan oleh bawahan atau kesediaan mereka untuk melaksanakan keputusan dan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahannya.
3. Kriteria Penemukenalan Jenis Situasi Pemecahan Persoalan
Kriteria ini disajikan sebagai suatu perangkat dari 7 pertanyaan. Dengan menggunakan perangkat pertanyaan tersebut Vroom & Yetton telah mengenali adanya 14 macam situasi pemecahan persoalan. Untuk setiap macam pemecahan persoalan mereka berikan rekomendasi tentang gaya kepemimpinan mana yang sesuai atau layak untuk digunakan.
TEORI CONTINGENCY
Dikembangkan oleh Fiedler.
Tinggi rendahnya prestasi kerja 1 kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengndalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk menilai system motivasi dari pemimpin, pemimpin mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential.
Situasi yang menguntungkan
Sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh 3 variabel, yaitu:
1. Hubungan pemimpin-anggota
Hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
2. Struktur tugas
Derajat struktur tugas yang dibrikan kepada kelompok untuk dikerjakan.
3. Kekuasaan kedudukan
Kekuasaan dan kewenangan yang diberikan dalam kedudukan.
Berdasarkan ketiga variable ini Fiedler menyusun 8 macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan derajat keuntungan yang tinggi adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang tidak menguntungkan ialah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah, kekuasaan kedudukan sedikit.
Fiedler membedakan antara kelompok-kelompok interaksi, koaksi dan konteraksi.
1. Kelompok Interaksi
Dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tugas utama mereka.
2. Kelompok Koaksi
Juga bekerja sama pada satu tugas bersama. Namun setiap anggota kelompok bediri sendiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan, keterampilan dan motivasinya sendiri.
3. Kelompok Konteraksi
Terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan perundingannya dan perujukan dari tujuan dan pandangan yang saling bertentangan.
THE PATH OF GOAL THEORY
Dirumuskan oleh Robert House.
Tujuannya agar pemimpin dapat mendorong dan mempengaruhi perilaku kepuasan dan motivasi kepada bawahannya sehingga dapat meraih tujuan yang telah ditentukan dengan membuat yang jelas dan mudah dimengerti.
Pendekatan bagi seorang pemimpin untuk mensupport bawahannya:
1. Mengklasifikasikan panduan kepada bawahan
2. Menyingkirkan rintangan yang dapat menghalangi tindakan
3. Menawarkan atau meningkatkan reward demi mencapai tujuan
Penggunaan pendekatan tersebut dapat bervariasi tergantung pada situasi termasuk kemampuan dan motivasi bawahannya, tingkat kesulitan pekerjaan dan faktor-faktor lain.
4 Gaya Kepemimpinan (House & Mitchel, 1974)
1. Supportive Leadership
Menyadari kebutuhan bawahan, memberikan perhatian pada kesejahteraan mereka dan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan bersahabat. Meningkatkan self-esteem dan mebuat pekerjaan menjadi menarik. Berguna bila pekerjaan membuat stress, membosankan dan berbahaya.
2. Directive Leadership
Mengatakan pada bawahan apa saja yang harus dilakukan, memberikan bimibingan yang harus diperlukan selama bawahan mencapai tujuan. Reward dapat ditingkatkan jika diperlukan dan peraturan ambigu dapat dikurangi. Digunakan bila tugas tidak terstruktur dan kompleks serta bawahan yang tidak berpengalaman.
3. Participative Leadership
Pembuatan keputusan berdasarkan konsultasi dengan bawahan dan saling tukar menukar informasi dengan bawahan. Meminta bawahan untuk meningkatkan ide dan menjadikannya dasar dalam mebuat keputusan. Baik digunakan ketika bawahan adalah orang –orang ahli dan saran dari bawahan memang diperlukan serta bawahan memang diharapkan untuk menyumbangakan idenya.
4. Achievement-Oriented Leadership
Membuat pola bahwa tujuan yang akan dicapai sangat menantang baik dalam pekerjaan maupun untuk peningkatan diri. Baik digunakan jika tugas yang diberikan cukup complex.
Pendekatan ini beranggapan bahwa tidak ada cara yang paling benar dalam mencapai tujuan dan bahwa pemimpin bisa melihat sedangkan bawahan tidak. Penekata ini menyetakan pemimpin sebagai seorang yang mengetahui dan bawahan sebagai orang yang tergantung.
Pendekatan ini juga beranggapan bahwa bawahan adalah makhluk yang sangat rasional dan metode yang sesuai dapat ditetapkan secara selektif tergantung pada situasi.
Dikembangkan oleh Vroom.
Disebut sebagai model normative tentang kepemimpinan.
Model ini dapat digunakan sebagai alat untuk:
a. Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan masalah secara berkelompok
b. Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada 3 perangkat parameter yang penting, yaitu :
1. Klasifikasi gaya kepemimpinan
Mulai dari gaya kepemimpinan yang sepenuhnya otokratis sampai yang demokratif
2. Kriteria Efektifitas Keputusan
Kriteria ini mencakup mutu dari keputusan, penerimaan keputusan oleh bawahan atau kesediaan mereka untuk melaksanakan keputusan dan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahannya.
3. Kriteria Penemukenalan Jenis Situasi Pemecahan Persoalan
Kriteria ini disajikan sebagai suatu perangkat dari 7 pertanyaan. Dengan menggunakan perangkat pertanyaan tersebut Vroom & Yetton telah mengenali adanya 14 macam situasi pemecahan persoalan. Untuk setiap macam pemecahan persoalan mereka berikan rekomendasi tentang gaya kepemimpinan mana yang sesuai atau layak untuk digunakan.
TEORI CONTINGENCY
Dikembangkan oleh Fiedler.
Tinggi rendahnya prestasi kerja 1 kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengndalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk menilai system motivasi dari pemimpin, pemimpin mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential.
Situasi yang menguntungkan
Sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh 3 variabel, yaitu:
1. Hubungan pemimpin-anggota
Hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
2. Struktur tugas
Derajat struktur tugas yang dibrikan kepada kelompok untuk dikerjakan.
3. Kekuasaan kedudukan
Kekuasaan dan kewenangan yang diberikan dalam kedudukan.
Berdasarkan ketiga variable ini Fiedler menyusun 8 macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan derajat keuntungan yang tinggi adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang tidak menguntungkan ialah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah, kekuasaan kedudukan sedikit.
Fiedler membedakan antara kelompok-kelompok interaksi, koaksi dan konteraksi.
1. Kelompok Interaksi
Dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tugas utama mereka.
2. Kelompok Koaksi
Juga bekerja sama pada satu tugas bersama. Namun setiap anggota kelompok bediri sendiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan, keterampilan dan motivasinya sendiri.
3. Kelompok Konteraksi
Terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan perundingannya dan perujukan dari tujuan dan pandangan yang saling bertentangan.
THE PATH OF GOAL THEORY
Dirumuskan oleh Robert House.
Tujuannya agar pemimpin dapat mendorong dan mempengaruhi perilaku kepuasan dan motivasi kepada bawahannya sehingga dapat meraih tujuan yang telah ditentukan dengan membuat yang jelas dan mudah dimengerti.
Pendekatan bagi seorang pemimpin untuk mensupport bawahannya:
1. Mengklasifikasikan panduan kepada bawahan
2. Menyingkirkan rintangan yang dapat menghalangi tindakan
3. Menawarkan atau meningkatkan reward demi mencapai tujuan
Penggunaan pendekatan tersebut dapat bervariasi tergantung pada situasi termasuk kemampuan dan motivasi bawahannya, tingkat kesulitan pekerjaan dan faktor-faktor lain.
4 Gaya Kepemimpinan (House & Mitchel, 1974)
1. Supportive Leadership
Menyadari kebutuhan bawahan, memberikan perhatian pada kesejahteraan mereka dan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan bersahabat. Meningkatkan self-esteem dan mebuat pekerjaan menjadi menarik. Berguna bila pekerjaan membuat stress, membosankan dan berbahaya.
2. Directive Leadership
Mengatakan pada bawahan apa saja yang harus dilakukan, memberikan bimibingan yang harus diperlukan selama bawahan mencapai tujuan. Reward dapat ditingkatkan jika diperlukan dan peraturan ambigu dapat dikurangi. Digunakan bila tugas tidak terstruktur dan kompleks serta bawahan yang tidak berpengalaman.
3. Participative Leadership
Pembuatan keputusan berdasarkan konsultasi dengan bawahan dan saling tukar menukar informasi dengan bawahan. Meminta bawahan untuk meningkatkan ide dan menjadikannya dasar dalam mebuat keputusan. Baik digunakan ketika bawahan adalah orang –orang ahli dan saran dari bawahan memang diperlukan serta bawahan memang diharapkan untuk menyumbangakan idenya.
4. Achievement-Oriented Leadership
Membuat pola bahwa tujuan yang akan dicapai sangat menantang baik dalam pekerjaan maupun untuk peningkatan diri. Baik digunakan jika tugas yang diberikan cukup complex.
Pendekatan ini beranggapan bahwa tidak ada cara yang paling benar dalam mencapai tujuan dan bahwa pemimpin bisa melihat sedangkan bawahan tidak. Penekata ini menyetakan pemimpin sebagai seorang yang mengetahui dan bawahan sebagai orang yang tergantung.
Pendekatan ini juga beranggapan bahwa bawahan adalah makhluk yang sangat rasional dan metode yang sesuai dapat ditetapkan secara selektif tergantung pada situasi.
TEORI KEPEMIMPINAN
TEORI KEPEMIMPINAN
a. Teori X dan Y (Douglas McGrager)
Gaya kepemimpinan seseorang berdasarkan pada beberapa asumsi dan apa yang memotivasi mereka. McGrager (1967) menentuan dua perangkat asumsi atau pendapat bipolar yang cenderung dipakai oleh para pemimpin mengenai orang lain. Kedua jenis asumsi itu disebut teori X dan Y.
Teori X
Asumsi teori X tampaknyaditurunkan dari pendapat mengenai manusia sebagai suatu mesin, yang amat memerlukan pengendalian dari luar. Asumsi teori X secara ringkas sebagai berikut:
1. Kebanyakan orang berpendapat bahwa pekerjaan adalah sesuatu hal yang tidak menyenangkan dan berusaha untuk menghindarinya.
2. Kebanyakan orang lebih suka diperintah dan seringkali harus dipaksa untuk melakukan pekerjaan mereka.
3. Kebanyakan orang tidak ambisius, tidak ingin maju dan tidak menginginkan tanggung jawab.
4. Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan akan rasa aman.
5. Kebanyakan orang harus dikendalikan dengan ketat dan tidak mampu menyelesaikan masalah dalam organisasinya.
Tampaknya cukup beralasan untuk mengatakan bahwa seorang pemimpin yang berpegang pada teori X akan menganggap orang sebagai suatu alat produksi, dimotivasikan oleh ketautan akan hukuman atau oleh kebutuhannya akan uang dan rasa aman. Pemimpin yang memandang pegawai dengan cara yang seperti ini, cenderung mengawasi mereka dengan ketat, membuat dan menjalankan aturan dengan keras dan menggunakan ancaman hukuman, sebagai alat untuk memotivasi mereka.
Teori Y
Asumsi teori Y cenderung berasal dari pendapat megenai manusia sebagai orgaisme biologis yang tumbuh, berkembang dan melakukan pengendalian terhadap diri mereka sendiri. Asumsi teori Y secara ringkas sebagai berikut:
1. Kebanyakan orang berpendapat bahwa kerja adalah sesuatu yang ilmiah seperti bermain. Bila pekejaan tidak menyenangkan mungkin itu karena cara melakukan pekerjaan tersebut dalam organisasi.
2. Kebanyakan orang merasa bahwa pengendalian diri sendiri amat diperlukan supaya pekerjaan dilakukan dengan baik.
3. Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk diterima lingkungan, mendapat pengakuan dan merasa berprestasi, seperti juga oleh kebutuhan mereka akan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan rasa aman.
4. Kebanyakan orang ingin meneima dan baha menginginkan suatu tanggung jawab bila mereka memperoleh bimbingan, pengelolaan dan kepemimpinan yang tepat.
5. Kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara kreatif dalam organisasi.
Pemimpin yang mendasar tindakannya atau gayanya pada teori Y beranggapan bahwa pegawai mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Mereka percaya bahwa tugas mereka adalah mengatur dan mengelola sehingga baik organisasi maupun pegawai dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam teori Y, pemimpin berasumsi bahwa tujuan perorangan dan tujuan organisasi brjalan selaras. Namun beberapa bukti menyatakan bahwa kedua-duanya tidak dapat dicapai dalam konteks organisasi. Bebrapa tujuan pribadi dan beberapa tujuan organisasi mungkin bertentangan. Namun pemimpin yang menerima asumsi teori Y bekerja bersama-sama pegawai untuk berperan serta, dan mencoba untuk mewujudkan peningkatan.
Teori 4 sistem Likert
Likert dalam Stoner (1978) menyatakan bahwa dalam model kepemimpinan dapat dikelompokkan dalam empat system, yaitu system otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif dan partisipatif. Penjelasan dari keempat system tersebut adalah seperti yang disajikan pada bagian berikut ini:
System Otoriter (Sangat Otokratis). Dalam system ini, pimpinan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk menjalankannya. Untuk itu, pemimpin juga menentukan standar pekerjaan yang harus dijalankan oleh bawahan. Dalam menjalankan pekerjaannya, pimpinan cenderung menerapkan ancaman dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara pimpinan dan bawahan dalam system adalah saling curiga satu sama lainnya.
System Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik). Perbedaan dengan system sebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta pendapat kepada bawahan. Selain itu pimpinan dalam system ini juga sering memberikan pujian dan bahkan hadiah ketika bawahan berhasil bekerja denganbaik. Namun demikian, pada system ini pun, sikap pemimpin yang selalu memerintah tetap dominan.
System Konsultatif. Kondisi lingkungan kerja pada system itu dicirikan adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya cenderung lebih bersifat mendukung. Selain itu system kepemimpinan ini juga tergambar pada pola penetapan target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang pada bawahan pada tingkatan tertentu.
System Partisipatif. Pada system ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja kelompok sampai tingkat bawah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemimpin biasanya menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang tinggi pada bawahan. Sehingga dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan target pemimpin selalu melibatkan bawahan. Dalam system ini pun, pola komunikasi yang terjadi adalah pola dua arah dengan memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengungkapkan seluuh ide ataupun permasalahannya yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan.
a. Teori X dan Y (Douglas McGrager)
Gaya kepemimpinan seseorang berdasarkan pada beberapa asumsi dan apa yang memotivasi mereka. McGrager (1967) menentuan dua perangkat asumsi atau pendapat bipolar yang cenderung dipakai oleh para pemimpin mengenai orang lain. Kedua jenis asumsi itu disebut teori X dan Y.
Teori X
Asumsi teori X tampaknyaditurunkan dari pendapat mengenai manusia sebagai suatu mesin, yang amat memerlukan pengendalian dari luar. Asumsi teori X secara ringkas sebagai berikut:
1. Kebanyakan orang berpendapat bahwa pekerjaan adalah sesuatu hal yang tidak menyenangkan dan berusaha untuk menghindarinya.
2. Kebanyakan orang lebih suka diperintah dan seringkali harus dipaksa untuk melakukan pekerjaan mereka.
3. Kebanyakan orang tidak ambisius, tidak ingin maju dan tidak menginginkan tanggung jawab.
4. Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan akan rasa aman.
5. Kebanyakan orang harus dikendalikan dengan ketat dan tidak mampu menyelesaikan masalah dalam organisasinya.
Tampaknya cukup beralasan untuk mengatakan bahwa seorang pemimpin yang berpegang pada teori X akan menganggap orang sebagai suatu alat produksi, dimotivasikan oleh ketautan akan hukuman atau oleh kebutuhannya akan uang dan rasa aman. Pemimpin yang memandang pegawai dengan cara yang seperti ini, cenderung mengawasi mereka dengan ketat, membuat dan menjalankan aturan dengan keras dan menggunakan ancaman hukuman, sebagai alat untuk memotivasi mereka.
Teori Y
Asumsi teori Y cenderung berasal dari pendapat megenai manusia sebagai orgaisme biologis yang tumbuh, berkembang dan melakukan pengendalian terhadap diri mereka sendiri. Asumsi teori Y secara ringkas sebagai berikut:
1. Kebanyakan orang berpendapat bahwa kerja adalah sesuatu yang ilmiah seperti bermain. Bila pekejaan tidak menyenangkan mungkin itu karena cara melakukan pekerjaan tersebut dalam organisasi.
2. Kebanyakan orang merasa bahwa pengendalian diri sendiri amat diperlukan supaya pekerjaan dilakukan dengan baik.
3. Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk diterima lingkungan, mendapat pengakuan dan merasa berprestasi, seperti juga oleh kebutuhan mereka akan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan rasa aman.
4. Kebanyakan orang ingin meneima dan baha menginginkan suatu tanggung jawab bila mereka memperoleh bimbingan, pengelolaan dan kepemimpinan yang tepat.
5. Kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara kreatif dalam organisasi.
Pemimpin yang mendasar tindakannya atau gayanya pada teori Y beranggapan bahwa pegawai mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Mereka percaya bahwa tugas mereka adalah mengatur dan mengelola sehingga baik organisasi maupun pegawai dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam teori Y, pemimpin berasumsi bahwa tujuan perorangan dan tujuan organisasi brjalan selaras. Namun beberapa bukti menyatakan bahwa kedua-duanya tidak dapat dicapai dalam konteks organisasi. Bebrapa tujuan pribadi dan beberapa tujuan organisasi mungkin bertentangan. Namun pemimpin yang menerima asumsi teori Y bekerja bersama-sama pegawai untuk berperan serta, dan mencoba untuk mewujudkan peningkatan.
Teori 4 sistem Likert
Likert dalam Stoner (1978) menyatakan bahwa dalam model kepemimpinan dapat dikelompokkan dalam empat system, yaitu system otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif dan partisipatif. Penjelasan dari keempat system tersebut adalah seperti yang disajikan pada bagian berikut ini:
System Otoriter (Sangat Otokratis). Dalam system ini, pimpinan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk menjalankannya. Untuk itu, pemimpin juga menentukan standar pekerjaan yang harus dijalankan oleh bawahan. Dalam menjalankan pekerjaannya, pimpinan cenderung menerapkan ancaman dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara pimpinan dan bawahan dalam system adalah saling curiga satu sama lainnya.
System Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik). Perbedaan dengan system sebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta pendapat kepada bawahan. Selain itu pimpinan dalam system ini juga sering memberikan pujian dan bahkan hadiah ketika bawahan berhasil bekerja denganbaik. Namun demikian, pada system ini pun, sikap pemimpin yang selalu memerintah tetap dominan.
System Konsultatif. Kondisi lingkungan kerja pada system itu dicirikan adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya cenderung lebih bersifat mendukung. Selain itu system kepemimpinan ini juga tergambar pada pola penetapan target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang pada bawahan pada tingkatan tertentu.
System Partisipatif. Pada system ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja kelompok sampai tingkat bawah. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemimpin biasanya menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang tinggi pada bawahan. Sehingga dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan target pemimpin selalu melibatkan bawahan. Dalam system ini pun, pola komunikasi yang terjadi adalah pola dua arah dengan memberikan kebebasan kepada bawahan untuk mengungkapkan seluuh ide ataupun permasalahannya yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan.
JOB AND RICHMENT
JOB ENRICHMENT
Job enrichment menurut Herzberg aialah upaya memperbaiki efisiensi kerja maupun kepuasan pegawai dengan cara memberi kesempatan lebih besar untuk pencapaian dan pengakuan pribadi, pekerjaan yang lebih menantang, dan bertanggung jawab, serta lebih banyak memberi peluang untuk kemajuan dan pertumbuhan diri. Kadang-kadang, hal itu hanya berkaitan dengan bentuk-bentuk tertentu seperti pembayaran dan kondisi kerja, struktur organisasi, komunikasi dan pelatihan, yang penting dan perlu meskipun hal ini mungkin merupakan hak mereka sendiri.
Dimensi inti dari pekerjaan berdasarkan karya Herzberg, Richard Hackman dan rekan-rekannya telah mengidentifikasikan lima dimensi inti yang bila ada, dapat memberikan job enrichment. Hackman setelah melakukan penelitian atas banyak pekerjaan yang berbeda, menyimpulkan bahwa dimensi inti sering kali tidak ditemukan dalam pekerjaan manjerial. Ia juga mencatat perbedaan individual yang besar tentang bagaimana para pegawai bereaksi terhadap dimensi inti. Tidak semua pegawai ingin atau dapat memperleh manfaat dari pekerjaan yang disuburkan.
1. Keragaman (Variety). Dimensi inti yang pertama adalah keragaman dalam pekerjaan. Keragaman memungkinkan para pegawai melakukan operasi yang berbeda, menggunakan beberapa prosedur dan mungkin perlengkapan yang berbeda. Pekerjaan yang tinggi tingkat keragamannya seringkali dianggap menantang karena keragaman itu menggunakan hamper seluruh keahlian seorang pegawai.
2. Jati Diri Tugas (Task Identity). Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelngkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas.
3. Signifikansi (task significance). Jumlah dampak pekerjaan yang dilaksanakan terhadap orang lain aalah signifikansi pekerjaan. Dampak ini mungkin terdapat di dalam atau di luar organisasi masyarakat. Perasaan melakukan sesuatu yang bermanfaat sangat penting bagi banyak orang. Sebagai contoh, seorang majikan mungkin diberi tahu oleh penyedia yang disegani bahwa ia telah melakukan suatu pekerjaan luar biasa yang telah member sumbangan bagi keberhasilan departemen itu secara keseluruhan. Tugas itu memiliki signifikansi karena diakui penting dalam bidangnya.
4. Otonomi (autonomy). Dimensi inti keempat yaitu otonomi berkaitan dengan gagasan bahwa pegawai memiliki beberapa kendali atas tugas-tugas kerja dan kawasan kerja mereka. Hal ini agaknya menjadi dimensi penting dalam meningkatkan rasa tanggung jawab. Pelaksanaan manajemen berdasarkan berdasarkan tujuan (management by objective) merupakan satu cara membentuk lebih banyak otonomi , karena manajemen berdasarkan tujuan memberikan kesempatan bagi para pegawai menentukan sasaran kerja dan saran pribadi mereka sendiri.
5. Umpan balik (Feedback). Umpan balik, dimensi inti kelima berhubungan engan informasi yang diterima oleh para pekerja tentang bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan. Pegawai pada umumnya perlu mengetahui bagaimana mereka melakukan pekerjaan. Mereka membutuhkan umpan balik ini sesering mungkin sehingga perbaikan yang perlu untuk pekerjaan dapat mereka lakukan.
Contoh: suatu upaya untuk melakukan job enrichment diterapkan dalam salah satu pabrik General Food Corporation. Manajemen pabrik yang baru membentuk kelompok kerjaitu diberikan otonomi yang besar dan umpan balik yang teratur. Terdapat juga tingkat keragaman yang tingkat yang dibentuk kedalam setiap pekerjaan. Pekerjaan yang paling rutin dimekanisasikan. Lima dimensi inti tampaknya diberikan dengan luas. Hasil-hasil awal mengindikasikan bahwa pabrik itu lebih disukai ibandingkan pabrik-pabrikyang dijalankan secara tradisional, produtivitas lebih tinggi, serta absen dan perputaran pegawai berkurang. Kini, setelah 22 tahun perbaikan, pabrik itu tetap lebih maju dibandingkan pabrik-pabrik dibidangnya.
Job enrichment menurut Herzberg aialah upaya memperbaiki efisiensi kerja maupun kepuasan pegawai dengan cara memberi kesempatan lebih besar untuk pencapaian dan pengakuan pribadi, pekerjaan yang lebih menantang, dan bertanggung jawab, serta lebih banyak memberi peluang untuk kemajuan dan pertumbuhan diri. Kadang-kadang, hal itu hanya berkaitan dengan bentuk-bentuk tertentu seperti pembayaran dan kondisi kerja, struktur organisasi, komunikasi dan pelatihan, yang penting dan perlu meskipun hal ini mungkin merupakan hak mereka sendiri.
Dimensi inti dari pekerjaan berdasarkan karya Herzberg, Richard Hackman dan rekan-rekannya telah mengidentifikasikan lima dimensi inti yang bila ada, dapat memberikan job enrichment. Hackman setelah melakukan penelitian atas banyak pekerjaan yang berbeda, menyimpulkan bahwa dimensi inti sering kali tidak ditemukan dalam pekerjaan manjerial. Ia juga mencatat perbedaan individual yang besar tentang bagaimana para pegawai bereaksi terhadap dimensi inti. Tidak semua pegawai ingin atau dapat memperleh manfaat dari pekerjaan yang disuburkan.
1. Keragaman (Variety). Dimensi inti yang pertama adalah keragaman dalam pekerjaan. Keragaman memungkinkan para pegawai melakukan operasi yang berbeda, menggunakan beberapa prosedur dan mungkin perlengkapan yang berbeda. Pekerjaan yang tinggi tingkat keragamannya seringkali dianggap menantang karena keragaman itu menggunakan hamper seluruh keahlian seorang pegawai.
2. Jati Diri Tugas (Task Identity). Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelngkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas.
3. Signifikansi (task significance). Jumlah dampak pekerjaan yang dilaksanakan terhadap orang lain aalah signifikansi pekerjaan. Dampak ini mungkin terdapat di dalam atau di luar organisasi masyarakat. Perasaan melakukan sesuatu yang bermanfaat sangat penting bagi banyak orang. Sebagai contoh, seorang majikan mungkin diberi tahu oleh penyedia yang disegani bahwa ia telah melakukan suatu pekerjaan luar biasa yang telah member sumbangan bagi keberhasilan departemen itu secara keseluruhan. Tugas itu memiliki signifikansi karena diakui penting dalam bidangnya.
4. Otonomi (autonomy). Dimensi inti keempat yaitu otonomi berkaitan dengan gagasan bahwa pegawai memiliki beberapa kendali atas tugas-tugas kerja dan kawasan kerja mereka. Hal ini agaknya menjadi dimensi penting dalam meningkatkan rasa tanggung jawab. Pelaksanaan manajemen berdasarkan berdasarkan tujuan (management by objective) merupakan satu cara membentuk lebih banyak otonomi , karena manajemen berdasarkan tujuan memberikan kesempatan bagi para pegawai menentukan sasaran kerja dan saran pribadi mereka sendiri.
5. Umpan balik (Feedback). Umpan balik, dimensi inti kelima berhubungan engan informasi yang diterima oleh para pekerja tentang bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan. Pegawai pada umumnya perlu mengetahui bagaimana mereka melakukan pekerjaan. Mereka membutuhkan umpan balik ini sesering mungkin sehingga perbaikan yang perlu untuk pekerjaan dapat mereka lakukan.
Contoh: suatu upaya untuk melakukan job enrichment diterapkan dalam salah satu pabrik General Food Corporation. Manajemen pabrik yang baru membentuk kelompok kerjaitu diberikan otonomi yang besar dan umpan balik yang teratur. Terdapat juga tingkat keragaman yang tingkat yang dibentuk kedalam setiap pekerjaan. Pekerjaan yang paling rutin dimekanisasikan. Lima dimensi inti tampaknya diberikan dengan luas. Hasil-hasil awal mengindikasikan bahwa pabrik itu lebih disukai ibandingkan pabrik-pabrikyang dijalankan secara tradisional, produtivitas lebih tinggi, serta absen dan perputaran pegawai berkurang. Kini, setelah 22 tahun perbaikan, pabrik itu tetap lebih maju dibandingkan pabrik-pabrik dibidangnya.
Langganan:
Postingan (Atom)