KEPEMIMPINAN menurut Vroom
Dikembangkan oleh Vroom.
Disebut sebagai model normative tentang kepemimpinan.
Model ini dapat digunakan sebagai alat untuk:
a. Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan masalah secara berkelompok
b. Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada 3 perangkat parameter yang penting, yaitu :
1. Klasifikasi gaya kepemimpinan
Mulai dari gaya kepemimpinan yang sepenuhnya otokratis sampai yang demokratif
2. Kriteria Efektifitas Keputusan
Kriteria ini mencakup mutu dari keputusan, penerimaan keputusan oleh bawahan atau kesediaan mereka untuk melaksanakan keputusan dan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahannya.
3. Kriteria Penemukenalan Jenis Situasi Pemecahan Persoalan
Kriteria ini disajikan sebagai suatu perangkat dari 7 pertanyaan. Dengan menggunakan perangkat pertanyaan tersebut Vroom & Yetton telah mengenali adanya 14 macam situasi pemecahan persoalan. Untuk setiap macam pemecahan persoalan mereka berikan rekomendasi tentang gaya kepemimpinan mana yang sesuai atau layak untuk digunakan.
TEORI CONTINGENCY
Dikembangkan oleh Fiedler.
Tinggi rendahnya prestasi kerja 1 kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengndalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk menilai system motivasi dari pemimpin, pemimpin mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential.
Situasi yang menguntungkan
Sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh 3 variabel, yaitu:
1. Hubungan pemimpin-anggota
Hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
2. Struktur tugas
Derajat struktur tugas yang dibrikan kepada kelompok untuk dikerjakan.
3. Kekuasaan kedudukan
Kekuasaan dan kewenangan yang diberikan dalam kedudukan.
Berdasarkan ketiga variable ini Fiedler menyusun 8 macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan derajat keuntungan yang tinggi adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang tidak menguntungkan ialah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah, kekuasaan kedudukan sedikit.
Fiedler membedakan antara kelompok-kelompok interaksi, koaksi dan konteraksi.
1. Kelompok Interaksi
Dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tugas utama mereka.
2. Kelompok Koaksi
Juga bekerja sama pada satu tugas bersama. Namun setiap anggota kelompok bediri sendiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan, keterampilan dan motivasinya sendiri.
3. Kelompok Konteraksi
Terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan perundingannya dan perujukan dari tujuan dan pandangan yang saling bertentangan.
THE PATH OF GOAL THEORY
Dirumuskan oleh Robert House.
Tujuannya agar pemimpin dapat mendorong dan mempengaruhi perilaku kepuasan dan motivasi kepada bawahannya sehingga dapat meraih tujuan yang telah ditentukan dengan membuat yang jelas dan mudah dimengerti.
Pendekatan bagi seorang pemimpin untuk mensupport bawahannya:
1. Mengklasifikasikan panduan kepada bawahan
2. Menyingkirkan rintangan yang dapat menghalangi tindakan
3. Menawarkan atau meningkatkan reward demi mencapai tujuan
Penggunaan pendekatan tersebut dapat bervariasi tergantung pada situasi termasuk kemampuan dan motivasi bawahannya, tingkat kesulitan pekerjaan dan faktor-faktor lain.
4 Gaya Kepemimpinan (House & Mitchel, 1974)
1. Supportive Leadership
Menyadari kebutuhan bawahan, memberikan perhatian pada kesejahteraan mereka dan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan bersahabat. Meningkatkan self-esteem dan mebuat pekerjaan menjadi menarik. Berguna bila pekerjaan membuat stress, membosankan dan berbahaya.
2. Directive Leadership
Mengatakan pada bawahan apa saja yang harus dilakukan, memberikan bimibingan yang harus diperlukan selama bawahan mencapai tujuan. Reward dapat ditingkatkan jika diperlukan dan peraturan ambigu dapat dikurangi. Digunakan bila tugas tidak terstruktur dan kompleks serta bawahan yang tidak berpengalaman.
3. Participative Leadership
Pembuatan keputusan berdasarkan konsultasi dengan bawahan dan saling tukar menukar informasi dengan bawahan. Meminta bawahan untuk meningkatkan ide dan menjadikannya dasar dalam mebuat keputusan. Baik digunakan ketika bawahan adalah orang –orang ahli dan saran dari bawahan memang diperlukan serta bawahan memang diharapkan untuk menyumbangakan idenya.
4. Achievement-Oriented Leadership
Membuat pola bahwa tujuan yang akan dicapai sangat menantang baik dalam pekerjaan maupun untuk peningkatan diri. Baik digunakan jika tugas yang diberikan cukup complex.
Pendekatan ini beranggapan bahwa tidak ada cara yang paling benar dalam mencapai tujuan dan bahwa pemimpin bisa melihat sedangkan bawahan tidak. Penekata ini menyetakan pemimpin sebagai seorang yang mengetahui dan bawahan sebagai orang yang tergantung.
Pendekatan ini juga beranggapan bahwa bawahan adalah makhluk yang sangat rasional dan metode yang sesuai dapat ditetapkan secara selektif tergantung pada situasi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar